Minggu, 14 Maret 2010

PP RI NO. 82 Tahun 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang
a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;

b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;

2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.


BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;

2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;

3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;

4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;

5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;

7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;

8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;

9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;

10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;

11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam air atau ,air limbah;

13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;

14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;

15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;

16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;

1 7. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok orang dan atau badan hukum ;

18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.

(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3
Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang - undangan.

Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.

(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam

(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).

(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang - undangan .


BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 5
(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas bataas negara.

(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten / Kota.

Pasal 6
Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Pendayagunaan Air

Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.

(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat

(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat

(4) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.

Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu
air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada;

a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .

(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu Air

Pasal 1 0
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 11
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.


(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.


Pasal 12
(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;

a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada

a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota;
c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.

(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.

(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.

(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.

(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air ;
b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar; maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.

(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air.


Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.

(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.


Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.

(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.

BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.


(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten / Kota.


Pasal 19
Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;
e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu
air.

Pasal 21
(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1

(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.

Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada sumber air.

(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (Iima) tahun sekali.

(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.

(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.

(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat

Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.

(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.

(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati / Walikota / Menteri.

(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib negeri melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air

(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr serta dampaknya.

Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.


Pasal 29
Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak

Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.

(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.

(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.


Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-
kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.

(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI

PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .

(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah aplikasi pada tanah.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota.

(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah

(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin

(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian kedua
Pembuangan Air Limbah

Pasal 37
Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air

Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin

(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ;
e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.

(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.


Pasal 39
(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ;

(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)

Pasal 40
(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota .

(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.

(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei

(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri

Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 43

(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1) meliputi:
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelola lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif

(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan upaya
pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.

(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.

Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.

pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2) dan pasal 45 berwenag:
a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;
f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;

(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.

pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.

BAB VIII

SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi

Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal 42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa.

Bagian Kedua
Ganti Kerugian

Pasal 50

(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan tindakan tertentu.

(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.


Bagian Ketiga
Sanksi Pidana

Pasal 51
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah ini.

Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.

(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air Bupati / Walikota.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Penetapan daya tampung beben pencemaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini

Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini

(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap berlaku.


Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.


Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan pemerintah ini.

Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG KESOWO



Sumber:

Anonim, http://www.blh.sumutprov.go.id/files/pdf/11_PP_RI_No.82_Tahun_2001_Pengelolaan_Kualitas_air_dan_Pe.pdf,Diakses pada

Akses data : tanggal 13 maret 2010 ,pukul 21.40

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH

Kutipan :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesi no.82 tahun 2001

- Tentang baku mutu air limbah (Bab III), Pengendalian pencemaran air

- Persyaratan Pemanfaatan dan Pembuangan Air Limbah (Bab VI
)



BAB III

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang


Pasal 18

Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.


Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.

Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten / Kota.


Pasal 19

Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Pasal 20


Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;

c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;

e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan

f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu
air.

Pasal 21


Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).
Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1
Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22

Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.



Pasal 23

Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada sumber air.
Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (Iima) tahun sekali.
Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.




Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.
Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.



BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah



Pasal 35

Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.
Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .
Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36

Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah aplikasi pada tanah.
Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ;

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota.
Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah
Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin
Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian kedua
Pembuangan Air Limbah

Pasal 37


Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air

Pasal 38

Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin
Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;

b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ;

c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;

d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ;

e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;

f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ;

g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat

h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;

i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.



Pasal 39


Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ;
Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)

Pasal 40

Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota.
Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.


Pasal 41

Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota .
Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.
Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei
Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri

Pasal 42

Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air.


Dari Bab III dan Bab VI diataslah saya menganggap bahwa bab tersebut cukup untuk menjadi dasar aturan dalam air limbah maupun baku mutu air limbah tersebut,karena pasal-pasal pada Bab-bab diatasnya,tepatnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.82 tahun 2001.Tetapi selain peraturan diatas saya juga berpendapat ada aturan daerah yang juga memiliki aturan yang sama dengan Bab-bab yang ada diatas,jika pada Peraturan Pemerintah no.28 tahun 2001 diatas saya menganggap bahwa peraturan itu bersifat umumdan lebih dijadikan dasar dalam penentuan Peraturan-peraturan bagi masing-masing daerah maka saya berpendapat bahwa peraturan pemerintah daerah(PERDA) juga dapat turut disertakan dalam baku mutu air limbah tersebut,dan untuk kali ini saya mengidentifikasi baku mutu air limbah ini juga berdasarkan Peraturan Pemerinta Daerah(PERDA) ,dimana PERDA yang saya ambil adalah perda yang memiliki aturan sejenis seperti Peraturan Pemerintah diatas yaitu Peraturan Pemerintah Daerah(PERDA) no.02 tahun 2006 yang mana peraturan pemerintah daerah juga membahas mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,yang materi-materi bab nya kurang lebih saja dengan pembahasan pada bab-bab pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.82 Tahun 2001,yang mana dalam peraturan pemerintah daerah ini juga turut membahas mengenai baku mutu air limbah khusnya pada peraturan di Bab VI(Enam) mengenai Pengendalian pencemaran air,dimana dalam bab ini juga dibahas mengenai baku mutu limbah khususnya pada pasal 6(Enam)dalam bab tersebut,berikut adalah lampiran yang bersumber dari Peraturan Pemerintah Daerah no.02 tahun 2006 untuk wilayah daerah Provinsi Kalimantan Selatan:

BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16

(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber
air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.

(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air

Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada
sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya
peningkatan mutu air pada sumber air.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air

Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya
pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan
melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.
Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air

Pasal 19
(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu
air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.

(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada
sumber air.

(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,
sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.

(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air
limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan
pada sumber air yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah

Pasal 21
(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar
tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.

(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22
(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas
tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air
limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.

(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan
mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran

Pasal 23
(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air
sasaran.

(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada
sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.

(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus
ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.



Anonim, http://www.blh.sumutprov.go.id/file/pdf/11_PP_RI_No.82_Tahun_2001_Pengelolaan_Kualitas_air_dan_Pe.pdf,


akses data : 13 maret 2010 pada pukul 20.15

Program Menteri Negara Lingkungan Hidup Pengelolaan Kualitas Air

Program Menteri Lingkungan Hidup

· Program Adiwiyata

Adiwiyata adalah tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.

§ Tujuan program Adiwiyata

Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

· Program Agro Industri

Berdasarkan Pasal 102 butir b Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Deputi II) mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian, pemantauan, pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan di bidang pengendalian pencemaran lingkungan.

Sesuai dengan tugas pokok tersebut, Asdep 3/II menjalankan fungsi :

1. Perumusan kebijakan di bidang pengendalian pencemaran sumber agro industri.

2. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan.

3. Pelaksanaan koordinasi pemantauan dan pengawasan penaatan oleh pemerintah daerah.

STRATEGI PELAKSANAAN

1. Menurunkan beban pencemaran dari sumber agro industri;

2. Menyiapkan peraturan perundangan pengendalian pencemaran lingkungan;

3. Meningkatkan peran aktif mitra strategis dalam pengendalian pencemaran lingkungan;

4. Meningkatkan pemahaman dan aksesibilitas masyarakat terhadap informasi pengendalian pencemaran lingkungan;

5. Meningkatkan kualitas SDM dalam pengendalian pencemaran.

· Program Adipura

Adipura, merupakan salah satu upaya menangani limbah padat domestic di perkotaan. Dalam perkembangannya, lingkup kerja Program Adipura difokuskan pada upaya untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi kota “ Bersih & Hijau “. Ada dua kegiatan pokok dalam penanganan limbah domestik dan ruang terbuka hijau di perkotaan, yaitu :

(1) Memantau dan mengevaluasi kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan berdasarkan pedoman dan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan peringkat kinerja kota;

(2) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan perkotaan.

Pemantauan dan evaluasi kinerja didasarkan pada kriteria Adipura yang meliputi aspek-aspek: (a) Pengelolaan sampah, (b) Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH), (c) Pengelolaan kebersihan perairan terbuka dari sampah.

Diharapkan melalui Program ini setiap daerah dapat mendayagunakan seluruh kemampuannya melalui dukungan dari segenap segmen masyarakat untuk secara bersama-sama mengatasi permasalahan lingkungan hidup perkotaan. Hasil Pelaksanaan Program Adipura yang telah dicapai sejak dicanangkan hingga pada tahun ketujuh. Adipura 2008/2009, sedikit banyak telah memberikan motivasi dan dorongan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance .

Pada tahun ketujuh pelaksanaan Program Adipura di Regional Sumapapua, yakni tahun 2008-2009, jumlah kabupaten/kota yang mengikuti program ini mencapai 73 kota dari 125 Kabupaten/Kota terdiri dari 1 kota Metropolitan, kota sedang 13, kota kecil 58, sebagaimana data terlampir.

Tabel 1. Jumlah Kota Adipura

KATEGORI KOTA

JUMLAH PENDUDUK

JUMLAH KOTA

Metropolitan

>1.000.000

14

Besar

501.000 – 1.000.000

13

Sedang

101.000 – 500.000

72

Kecil

20.000 - 100.000

276

Jumlah Kota Peserta Program ADIPURA

375

Jumlah Kota di Indonesia

440

Tabel 2. Jumlah Kota Adipura di Regional Sumapapua

KATEGORI KOTA

JUMLAH PENDUDUK

JUMLAH KOTA

Metropolitan

>1.000.000

1

Besar

501.000 – 1.000.000

0

Sedang

101.000 – 500.000

14

Kecil

20.000 - 100.000


Jumlah Kota Peserta Program ADIPURA

73

Jumlah Kota di Sumapapua

125

Tabel 2.1 Jumlah Kota Peserta Adipura di Sumapapua Tahun 2008-2009

ROPINSI

JUMLAH KOTA

KOTA YANG DIPANTAU

Sulawesi Selatan

24

22

Sulawesi Utara

14

8

Sulawesi Tenggara

12

8

Sulawesi Tengah

10

5

Sulawesi Barat

5

3

Gorontalo

6

5

Maluku

9

3

Maluku Utara

8

5

Papua

26

8

Irian Jaya Barat

11

4

JUMLAH

125

72

· Program Amdal

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

§ Guna Amdal

o Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah

o Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan

o Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan

o Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

o Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

§ Prosedur Amdal

o Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

o Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

o Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

o Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.

· Program Bahan Berbahaya dan Beracun

· Program Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional

Indonesia telah meratifikasi Kovensi Keanekaragaman Hayati dalam bentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Sesuai dengan mandat yang tercantum dalam pasal 18 (3) dari Konvensi tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup sebagai National Focal Point dari Konvensi Keanekaragaman Hayati membangun Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia berbasis internet.

Balai Kliring Keanekaragaman Hayati mempunyai misi untuk :

· mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama teknis dan ilmiah

· mengembangkan mekanisme global untuk pertukaran dan integrasi informasi

· mengembangkan jejaring

· Program Diklat Lingkungan

Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang lingkungan hidup. Melalui pendekatan metode Androgogi dan peninjauan lapangan yang dilaksanakan oleh Pusat pendidikan dan pelatihan (PUSDIKLAT) diharapkan memberikan perubahan perilaku serta sikap positif terwujudnya pelestarian lingkungan hidup yang melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pusdiklat Kementerian Negara Lingkungan Hidup melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain : Penyelengaraan Pendidikan dan Pelatihan, Penyusunan Kurikulum dan materi ajar pelatihan, Pembuatan Visualisasi/film dokumenter yang dapat mendukung pemahaman materi pelatihan, pelaksanaan seminar, lokakarya dan sosialisasi tentang Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan (JAFUNG PEDAL).

§ Tujuan Pendidikan dan Pelatihan

untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta wawasan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup, baik teknis maupun manajemen.

· Program Eco Pesantren

Eco-Pesantren adalah Suatu Institusi Pendidikan Islam yang mempunyai kepedulian pada aktivitas yang tanggap terhadap lingkungan hidup.

§ Tujuan

o Meningkatkan kesadaran bahwa ajaran Islam menjadi pedoman dalam berprilaku yang ramah lingkungan

o Penerapan ajaran Islam dalam kegiatan sehari-hari

o Memberdayakan Komunitas pesantren untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang islami berdasarkan al-Qur'an dan al Sunnah

o Meningkatkan aktivitas yang mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial dan ekologi

o Menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran yang berwawasan lingkungan bagi komunitas pesantren dan masyarakat sekitar

o Sosialisasi materi lingkungan dalam aktivitas pondok Pesantren

o Mewujudkan kawasan pondok pesantren yang baik, bersih dan sehat.

· Program Green Fins Indonesia

· Program Informasi Mengenai Sampah

· Program Kalpataru

Kosakata KALPATARU dalam bahasa Sanskerta berarti pohon kehidupan. Lambang ini diambil dari relief Candi Mendut, Jawa Tengah ini diangkat ke permukaan menjadi nama sebuah penghargaan di bidang lingkungan yang diberikan perorangan atau masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporannya dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan pahatan KALPATARU untuk menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.

Salah satu prinsip pembangunan adalah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan itu, Pasal 10 huruf (i) UU No. 23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa "dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup". Salah satu bentuk penghargaan tingkat nasional yang diberikan oleh Pemerintah adalah KALPATARU.

Penghargaan KALPATARU diberikan pada seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya di dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Sejak tahun 1980-2003, KALPATARU telah diberikan kepada 195 orang/kelompok yang terdiri dari 4 kategori, yaitu Perintis Lingkungan (57), Pengabdi Lingkungan (50), Penyelamat Lingkungan (64), dan Pembina Lingkungan (24).

· Program Langit Biru

§ Latar Belakang

Pencemaran udara menjadi masalah yang serius terlebih tahun-tahun terakhir ini terutama di kota-kota besar. Upaya pengendalian pencemaran termasuk pencemaran udara pada dasarnya adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas udara sejak tahun 1992 telah melaksanakan Program Langit Biru sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak maupun tidak bergerak, yang selanjutnya dikukuhkan dengan Kepmen LH No. 15/1996 tentang Langit Biru. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2/2002 maka Program Langit Biru menjadi bagian kegiatan dari program Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengembangkan sistem penaatan terhadap sumber pencemaran emisi sumber bergerak.

logo Langit Biru dimaksudkan untuk mendekatkan Program Langit Biru, sehingga dengan melihat logo tersebut masyarakat sudah mengenal dan mengetahui arti Program Langit Biru. Logo Langit Biru akan digunakan dalam bahan-bahan publikasi, seperti buku-buku, brosur, pin, spanduk dan t-shirt.

§ Misi Langit Biru

Mengembangkan kebijakan nasional dalam pengendalian pencemaran udara

o Meningkatkan kapasitas daerah dalam pengendalian pencemaran udara melalui penguatan isntitusi di daerah dan pemanfaatan teknologi

o Meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian, pencegahan dan pemulihan kualitas udara

o Meningkatkan partisipasi peran masyarakat dalam mewujudkan udara bersih.

· Program Layanan Informasi Standarisasi Kompetensi Bidang Lingkungan

· Program Manajemen Lingkungan

· Program Menuju Indonesia Hijau

· Program Piagam Bumi

Piagam Bumi adalah sebuah deklarasi prinsip-prinsip pokok untuk membangun masyarakat global yang berkeadilan, berkelanjutan dan damai di abad ke- 21. Piagam Bumi berupaya untuk mengilhami seluruh umat manusia akan pengertian baru tentang saling ketergantungan global dan tanggung jawab bersama untuk kesejahteraan keluarga umat manusia, yaitu kehidupan dunia yang lebih besar, dan generasi yang akan datang. Piagam Bumi merupakan cetusan harapan dan sebuah seruan untuk bertindak.

Piagam Bumi sangat peduli terhadap masa transisi menuju cara hidup yang berkelanjutan dan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Salah satu tema utama adalah integritas ekologis. Namun, Piagam Bumi menyadari bahwa tujuan-tujuan dari perlindungan ekologis, pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang adil, penghargaan atas Hak Azazi Manusia, demokrasi dan perdamaian adalah saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan. Karena itu Piagam ini memberikan kerangka etika baru yang terintegrasi dan inklusif sebagai panduan untuk masa transisi menuju masa depan yang berkelanjutan.

Piagam Bumi adalah sebuah produk dialog yang mendunia serta lintas budaya yang berlangsung selama satu dekade, tentang tujuan-tujuan dan nilai-nilai bersama. Proyek Piagam Bumi dimulai sebagai Prakarsa PBB, namun diteruskan dan dilengkapi oleh prakarsa masyarakat madani global. Piagam Bumi diselesaikan dan kemudian dicanangkan sebagai piagam masyarakat pada tahun 2000 oleh Komisi Piagam Bumi, sebuah entitas internasional yang independen.

Penulisan rancangan Piagam Bumi telah melibatkan proses konsultasi yang paling terbuka dan paling partisipatif yang pernah dilakukan dalam penulisan sebuah dokumen internasional. Proses tersebut adalah sumber primer dari legitimasinya sebagai pedoman kerangka etis. Legitimasi dokumen tersebut telah diperluas dengan dukungan dari lebih dari 4500 (empat ribu lima ratus) organisasi, termasuk pemerintah dan organisasi internasional.

Khusus mengenai legitimasi, semakin banyak ahli-ahli hukum internasional yang mengakui status Piagam Bumi sebagai dokumen hukum lunak (soft law document). Dokumen hukum lunak seperti Universal Declaration on Human Rights (Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia) dianggap sebagai aturan moral dan bukan aturan hukum bagi pemerintah yang setuju untuk mendukung dan mengadopsi aturan tersebut, dan seringkali aturan moral tersebut menjadi dasar dari aturan hukum tersebut.

Pada saat ketika perubahan-perubahan besar dalam bagaimana kita berpikir dan hidup betul-betul diperlukan, Piagam Bumi menantang kita untuk mengevaluasi nilai-nilai yang kita anut dan memilih cara yang lebih baik. Pada saat ketika kemitraan internasional menjadi sangat penting, Piagam Bumi mendorong kita untuk mencari persamaan di antara perbedaan-perbedaan dan untuk merangkul etika global yang baru yang dianut oleh semakin banyak orang di seluruh dunia. Pada saat ketika pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan menjadi sangat perlu, Piagam Bumi memberikan perangkat pendidikan yang sangat bernilai.

· Pusat Virtual Informasi Lingkungan Indonesia

· Peraturan Perundang-undangan dan Perjanjian Internasional

· Program Pasar Berseri

Pasar adalah salah satu komponen utama pembentukan komunitas masyarakatbaik di desa maupun di kota sebagai lembaga distribusi berbagai macam kebutuhan manusia seperti bahan makanan, sumber energi, dan sumberdayalainnya. Pasar berperan pula sebagai penghubung antara desa dan kota.Perkembangan penduduk dan kebudayaan selalu diikuti oleh perkembanganpasar sebagai salah satu pendukung penting bagi kehidupan manusia seharihariterutama di kawasan perkotaan.

§ Pengertian Pasar Berseri

Pasar Berseri ‘bersih, sehat, ramah lingkungan, dan indah’ merupakan konseppemikiran ulang menuju peningkatan performa pasar tradisional. Konsep inimengarah pada dua hal, yaitu: optimalisasi kinerja pasar tradisional dan peningkatan infrastruktur; dan pengembalian peran pasar tradisional sebagai distributor produk-produk lokal. Upaya tersebut diharapkan mampu menjadikan pasar tradisional memenuhi syarat minimal sebuah pasar, dimana terbangun regularity, adequacy, dan security, dengan terciptanya comfortability bagi pelakupasar dalam berniaga.

§ Maksud dan Tujuan

- Mendorong terbinanya tata kehidupan pasar yang harmonis dan kondusif bagi seluruh pelaku pasar.

- Mempertahankan dan mengembangkan warisan budaya berupa tradisi yang sudah ada di setiap pasar maupun kekhasan bangunan fisik pasar sebagai penciri lokal.

- Menumbuhkan kepedulian dan meningkatkan pengetahuan para pelakupasar pada produk ramah lingkungan dan produk lokal, sertamenempatkan produk tersebut sebagai penciri pasar tradisional.

- Menciptakan lingkungan pasar yang bersih, sehat, tertata, hijau, danramah lingkungan.

· Program Perencanaan Lingkungan

· Program Pusat Produksi Bersih Nasional

Tujuan pendirian PPBN adalah untuk memfasilitasi, mempromosikan dan mengkatalis pengembangan dan penerapan Produksi Bersih (PB) di Indonesia. PPBN akan menstimulasi dan mendorong kegiatan-kegiatan teknis, tukar informasi, memperluas jaringan, proyek-proyek percontohan dan pelatihan PB sehingga menumbuhkan pasar Produksi Bersih di Indonesia.

Dalam menjalankan kegiatannya, PPBN mendapat pengarahan dari Komite Pengarah PPBN, yang keanggotaannya terdiri dari Institusi Pemerintah dan Non Pemerintah, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 76 Tahun 2006 tentang Komite Pengarah PPBN yang telah direvisi dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 90 Tahun 2006.

Untuk lebih mengoptimalkan kemandirian PPBN, maka Menteri Negara Lingkungan Hidup menerbitkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2004 Tentang Organisasi dan Tata Laksana PPBN menyatakan bahwa Jabatan Direktur PPBN ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dengan demikian jabatan Direktur Eksekutif PPBN dipisahkan dari jabatan Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi.

§ Manfaat Program

o Manfaat bagi Pembeli

o Kemudahan mendapatkan barang kebutuhan dan bahan mentah yangbersih dan sehat

o Memperoleh kenyamanan dan jaminan keamanan

o Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya

o Manfaat bagi Pedagang

- Mendapatkan layanan fasilitas yang lebih baik

- Mendapatkan kenyamanan dan keamanan

- Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya

- Peningkatan jumlah konsumen

- Peningkatan pendapatan

o Manfaat bagi Pengelola Pasar dan Pemerintah Daerah

- Pengembangan dan promosi produk-produk tradisional setempat

- Terkelolanya limbah pasar

- Optimalisasi dan efisiensi dalam pengelolaan pasar

- Peluang mendapatkan apresiasi dari individu, lembaga pemerintah, atau lembaga lain

- Peningkatan konsumen

- Peningkatan PAD

o Manfaat bagi Masyarakat Sekitar Pasar

- Tersalurkanya produk-produk local

- Penyerapan sumberdaya setempat

- Terkelolanya dampak cemaran kegiatan pasar

- Tertatanya akses transportasi

· Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun

· Pengolahan Limbah Usaha Kecil

· Pengolahan Pinjaman Lunak Lingkungan

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Bagian Ketujuh, Asisten Deputi Urusan Insentif dan Pendanaan Lingkungan (Asdep 3/VII) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang Pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Asdep 3/VII KLH menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan rumusan kebijakan dan strategi penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;

2. Pemantauan, analisis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;

3. Penyusunan laporan pelaksanaan kebijakaan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan.

· Perlindungan Ozon

Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di dalam atmosfir. Masing-masing molekul ozon terdiri dari tiga buah atom oksigen dan dinyatakan sebagai O3. Ozon bisa dijumpai di dua wilayah atmosfir. Sekitar 10% ozon berada di lapisan troposfir, yaitu wilayah atmosfir yang paling dekat dengan permukaan bumi dari permukaan bumi hingga ketinggian 10-16 kilometer. Sekitar 90% persen ozon berada di lapisan stratosfir, yaitu wilayah atmosfir yang terletak mulai dari puncak troposfir hingga ketinggian sekitar 50 kilometer. Ozon yang berada di stratosfir sering kali disebut lapisan ozon.

Penipisan lapisan ozon dan pemasan global/perubahan iklim merupakan dua masalah yang saling terkait; baik secara saintifik, teknologi, maupun dampaknya. Peningkatan temperatur permukaan bumi menyebabkan turunnya temperatur lapisan stratosfer; hal ini memperlambat pemulihan lapisan ozon. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa akibat pemanasan global, pemulihan lapisan ozon akan terlambat 18 tahun dari perkiraan semula, yakni tahun 2068 (semula 2050). Di sisi lain, penggunaan sumber energi secara boros, disamping menyebabkan krisis energi, juga bertanggung jawab terhadap semakin tingginya pemanasan global. Dengan demikian ketiga masalah di atas, penipisan lapisan ozon, pemanasan global, dan penggunaan sumber energi memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

§ Bahaya Yang Bisa Timbul Akibat Kerusakan Lapisan Ozon

Berkurangnya konsentrasi ozon akan menyebabkan semakin tingginya tingkat radiasi UV-B yang dapat mencapai permukaan Bumi. Pancaran radiasi UV-B yang merupakan bagian dari sinar matahari sebenarnya tidak berubah, namun semakin berkurangnya ozon maka berkurang pula perlindungan sehingga lebih banyak lagi radiasi UV-B yang bisa mencapai permukaan Bumi. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat radiasi UV-B yang diukur di permukaan Bumi di daerah Antartika (Kutub Selatan) meningkat dua kali lipat bersamaan dengan kehadiran lubang ozon di atas Antartika. Studi lain mengkonfirmasikan terdapat hubungan yang nyata antara berkurangnya ozon dengan meningkatnya radiasi UV-B di Kanada selama beberapa tahun yang lalu.

· Proper

Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan mulai dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan sejak tahun 1995. Program ini pada awalnya dikenal dengan nama PROPER PROKASIH. Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masing-masing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional.

§ Tujuan

Pelaksanaan PROPER bertujuan untuk:

-

Meningkatkan penaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.

-

Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan

-

Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan

-

Meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup

-

Mendorong penerapan prinsip Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery (4R) dalam pengelolaan limbah

· Perubahan Iklim

Isu utama yang harus ditangani dalam mengantisipasi perubahan iklim global adalah bagaimana agar sistem iklim bumi tidak terganggu dan terus memburuk. Para wakil pemerintah berbagai negara lalu membentuk sebuah panel untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan awal tentang isu ini. Setelah melalui proses yang panjang, kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen politik internasional tentang perubahan iklim pada KTT Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan (UN Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, 1992.

Konvensi ini merupakan pilihan dan langkah yang tepat meskipun serba sulit. Oleh karena itu, di dalamnya banyak masalah berat dan serius, misalnya apakah suatu ketentuan harus mengikat secara hukum (legally binding) atau tidak, ditangani secara ringan dan kurang tegas. Inilah harga yang harus dibayar dalam suatu diplomasi dan negosiasi internasional, kompromi untuk menghindari konflik yang membubarkan tujuan besar secara keseluruhan.

· Warga Madani

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap. MPR RI) Nomor VI/MPR/2002, yang memberikan rekomendasi atas laporan pelaksanaan Putusan MPR RI antara lain oleh Presiden, menyebutkan bahwa eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistennya pelaksanaan manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme dan kelembagaannya.

Dengan memperhatikan permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis, baik dari segi tantangannya yang dihadapi maupun jalan keluarnya.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut Tap. MPR RI Nomor VI/MPR/2002 antara lain merekomendasikan untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, tranparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat umum sadar dan mempunyai kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup, mempunyai informasi yang cukup tentang masalah-masalah yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperan serta pada proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta dalam intensitas tinggi oleh masyarakat umum inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan ini mampu menjawab tantangan tersebut di atas. Mekanisme peran serta masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi.

§ Masalah

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keragaman persoalan social ekonomi, dan politik yang bersifat kontradiktif yang memerlukan perhatian dan penanganan dari pemerintah dan pemerintah daerah, serta seluruh potensi masyarakat di berbagai daerah.

Pola pikir yang terbentuk sebagai akibat pengalaman selama ini dengan sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya pengawasan, ketidaktanggapan dalam mengubah pendekatan dan strategi pembangunan, serta ketidak selarasan antara kebijakan dan pelaksanaan pada berbagai bidang pembangunan dan terjadinya krisis ekonomi telah menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas secara otonom, tidak terdesentralisasinya kegiatan pelayanan masyarakat, ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan di berbagai daerah.

Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat, dan kurang efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Di pihak lain, kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun. Penyebab utamanya adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu,

(1) kekuatan pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik primer;

(2) demi keberhasilan usaha pelestarian lingkungan, masyarakat luas perlu mempunyai keberdayaan, mampu dan aktif berperan serta secara efektif melalui mekanisme demokrasi;

(3) pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah, perlu memiliki kemampuan ketataprajaan di bidang lingkungan hidup (good environmental governance), agar mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang sudah diberdayakan.

(4) usaha peningkatan penaatan dalam pengelolaan lingkunan hidup adalah penting. Penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan penaatan di samping pemanfaatan instrumen-instrumen pengelolaan lainnya.

Sumber : http://www.menlh.go.id